
Lokakarya Pelestarian Hutan dan Perdagangan Karbon, Wabup : Partisipasi Adat adalah Kunci Keberlanjutan Lingkungan
Malinau – Wakil Bupati Malinau, Jakaria, S.E., M.Si., membuka secara resmi kegiatan Seminar dan Lokakarya tentang Pelestarian Lingkungan Hutan dan Perdagangan Karbon Tahun 2025, yang diselenggarakan di Basecamp Sapu Jagad, Desa Wisata Pulau Sapi, Kecamatan Mentarang, pada Rabu (18/6/2025) malam.
Kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah kepala perangkat daerah, perwakilan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Malinau, tokoh masyarakat adat, serta para peserta yang berasal dari lembaga masyarakat hukum adat Kabupaten Malinau.
Dalam sambutannya, Wakil Bupati Jakaria menyampaikan pesan Bupati Malinau dan menegaskan pentingnya kolaborasi seluruh elemen khususnya masyarakat adat dalam menjaga kelestarian hutan yang merupakan kekayaan dan identitas daerah.
Ia juga menyampaikan apresiasi atas komitmen masyarakat hukum adat dalam mengelola hutan secara turun-temurun dengan mengedepankan kearifan lokal.
“Kabupaten Malinau memiliki kekayaan hutan yang besar, dan kita patut bersyukur bahwa telah ada 10 masyarakat hukum adat yang memperoleh Surat Keputusan Bupati sebagai bentuk pengakuan resmi. Sembilan di antaranya telah mengajukan permohonan penetapan hutan adat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan verifikasi teknis akan segera dilaksanakan,” ujar Jakaria.
Wabup juga menjelaskan bahwa berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 2012, masyarakat hukum adat memiliki hak atas wilayah, sumber daya alam, lingkungan hidup, hingga hak untuk menjalankan hukum adat sendiri. Dalam konteks inilah perdagangan karbon menjadi isu global yang harus dikawal agar benar-benar berdampak positif bagi masyarakat adat.
“Partisipasi aktif masyarakat adat dalam setiap tahap proyek karbon dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan adalah syarat mutlak untuk memastikan keadilan dan keberlanjutan lingkungan hidup,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Panitia drg. Bonar Situmorang, M.Si. dalam laporannya menyampaikan bahwa kegiatan ini diikuti oleh 40 peserta dari berbagai komunitas masyarakat hukum adat.
Seminar ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman masyarakat adat terhadap peluang dan tantangan perdagangan karbon serta mendorong partisipasi mereka dalam perlindungan lingkungan secara berkelanjutan.
“Melalui kegiatan ini, kami berharap peserta semakin memahami mekanisme pengajuan hutan adat dan potensi manfaat perdagangan karbon serta terdorong untuk aktif menjaga kelestarian lingkungan dengan pendekatan berbasis kearifan lokal,” ungkap Bonar.




